1. Pembangunan Ekonomi Regional
Perkembangan teori ekonomi
pertumbuhan dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya
perhatian terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan
dimulai oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan
beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut
dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan
pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam
menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per
pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan
untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja
seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat
kompetitifitas daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai
indikator perubahan dari kesejahteraan
Perkembangan teori ekonomi pertumbuhan
dan meningkatnya ketersediaan data daerah mendorong meningkatnya perhatian
terhadap ketidakmerataan pertumbuhan daerah. Teori ekonomi pertumbuhan dimulai
oleh Robert Solow yang dikenal dengan Model pertumbuhan neo-klasik. Dan
beberapa ahli ekonomi Amerika mulai menggunakan teori pertumbuhan tersebut
dengan menggunakan data-data daerah.
Untuk melihat ketidaknmerataan
pertumbuhan regional dapat ditentukan dengan beberapa cara. Secara umum dalam
menghitung pertumbuhan dengan; 1. pertumbuhan output; 2. pertumbuhan output per
pekerja; dan, 3. pertumbuhan output perkapita. Pertumbuhan output digunakan
untuk mengetahui indikator kapasitas produksi. Pertumbuhan output per pekerja
seringkali digunakan untuk mengetahui indikator dari perubahan tingkat kompetitifitas
daerah, sedangkan pertumbuhan output perkapita digunakan sebagai indikator
perubahan dari kesejahteraan .
Model Pertumbuhan Regional
Fungsi produksi agregat merupakan
dasar dari model pertumbuhan neoklasik. Hubungan tersebut ditujukkan dalam bentuk
sebagai berikut:
Y = F(K,L)
Dimana, Y adalat output riil, K
adalah capital stock, dan L adalah tenaga kerja.
Dalam bentuk Cobb Douglas dengan
asumsi constant return to scale yaitu;
Y = AKαL1-α
y = Akα , dimana y = K/L dan k =
K/L
Fungsi produksi perkapita
menunjukan bahwa output per pekerja hanya akan meningkat jika modal per pekerja
meningkat. Dengan kata lain modal harus terus tumbuh lebih cepat daripada
penawaran tenaga kerja dari output per pekerja.
Agar lebih realistis maka model
neoklasik diatas harus ditambah dengan efek apabila adanya teknologi pada
pertumbuhan output.
Y = F(A,K,L), dimana A adalah
technical knowledge (teknologi).
Dalam bentuk Cobb-Douglas,
Y = AegtKαL1-α
dimana g adalah technical
progress per time period t, selanjutnya dengan aplikasi matematika kita jadikan
dalam model pertumbuhan;
dimana, ∆Y/Y, ∆K/K, dan ∆L/L
adalah given.
Selanjutnya dengan merubah dalam
bentuk model region (daerah), dengan g adalah perubahan rate of technical dan r
notasi untuk regional,
Dari bentuk neoklasik diatas,
kita dapat mengidentifikasi tiga alasan terjadinya ketidakmerataan pertumbuhan
regional yaitu;
1.
Technical progress berubah diantara region;
2.
Pertumbuhan capital stock berubah diantara region;
3.
Pertumbuhan tenaga kerja berubah diantara region.
gr pada region r diharapkan
berubah diantara region (paling tidak dalam jangka menengah). Dengan memasukkan
pertumbuhan tenaga kerja pada kedua sisi, kita dapatkan;
Selanjutnya, ketidamerataan
regional dalam pertumbuhan output per tenaga kerja dapat dijelaskan oleh
perbedaan regional dalam rate of technical progress dan oleh perbedaan regional
dalam rasio pertumbuhan kapital/tenaga kerja.
Secara rinci faktor-faktor yang
menyebabkan adanya disparitas pada pertumbuhan daerah dapat digambarkan pada
bagan dibawah ini :
Dari gambar diatas ditunjukkan
bahwa pertumbuhan output daerah menurut neoklasik di dasari oleh tiga komponen
yaitu; pertumbuhan kapital stok, pertumbuhan tenaga kerja, dan perkembangan
teknologi.
Pertumbuhan kapital stok daerah
didorong dengan adanya investasi baik dari daerah itu sendiri atau daerah lain.
Pertumbuhan tenaga kerja juga didorong oleh adanya migrasi tenaga kerja dari
daerah lain karena adanya perbedaan upah relatif terhadap daerah lain disamping
akibat tumbuhnya angkatan kerja baru karena pertumbuhan populasi. Untuk
pertumbuhan teknologi tentunyajuga dipengaruhi oleh masuknya sumberdaya dari
daerah lain dan perkembangan pendidikan atau pengetahuan melalui R&D.
Kajian Empiris di Indonesia
Dalam kajian Iyanatul Islam dari
School of International Business and Asian Studies, Griffith University,
Australia, menyebutkan bahwa ketidakmerataan antar daerah di Indonesia tidak
menunjukkan gambaran yang semakin mencolok dari waktu ke waktu. Dikatakan bahwa
adanya konvergensi di daerah, terutama pada pertengahan 1970-an serta dekade
1980-an dan 1990-an, dengan adanya pertumbuhan ekonomi daerah miskin yang lebih
cepat dibandingkan daerah kaya. Namun proses konvergensi tersebut berjalan
melambat sehingga diperlukan waktu yang lama untuk mengurangi kesenjangan
pendapatan antar daerah. Analisis Takahiro Akita dan Armida S Alisjahbana (The
Economic Crisis and Regional Inequality in Indonesia) menyebutkan sebelum
krisis ekonomi, disparitas pendapatan antardaerah di Indonesia sedikit naik
mulai tahun 1993 hingga 1997 .
Dari sisi technical progress
secara empiris, Garcia dan Soelistianingsih (1998) telah mengestimasi pengaruh
variabel modal manusia, fertilitas total, selain pangsa sektor minyak dan gas
dalam PDRB untuk mengukur ketersediaan sumber daya alam terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Temuannya adalah bahwa investasi untuk pendidikan dan kesehatan
memang dibutuhkan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan daerah .
Sedangkan Wibisono (2001)
memasukkan variabel-variabel educational attaintment (diukur dengan tingkat
pendidikan yang berhasil ditamatkan), angka harapan hidup (life expectancy),
tingkat fertilitas (fertility rate), tingkat kematian bayi (infant mortality
rate), laju inflasi dan juga variabel dummy daerah juga terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah. Dari estimasi-estimasi yang dilakukan, diperoleh temuan bahwa
variabel yang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan adalah pendidikan, angka
harapan hidup, dan tingkat kematian bayi. Sedangkan tingkat fertilitas dan laju
inflasi memberikan efek negatif terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan .
Berdasarkan data Indonesia Human
Development Report 2002, tahun 2002 di Indonesia terdapat 341 daerah tingkat
II, Aloysius Gunadi Brata (2004), dikatakan bahwa terdapat two-way relationship
antara kinerja ekonomi daerah dengan pembangunan manusia .
Ketiga studi di atas juga
mengkonfirmasi bahwa technical progress dalam bentuk modal manusia (human
capital) mempunyai kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan berarti juga
berguna untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan antardaerah.
Dengan melihat teori dan kajian
empirik diatas menunjukkan bahwa bagi pemerintah pusat, ketidakmerataan
antarregion dan ketidakmerataan intraregion bukan merupakan trade off yang
saling meniadakan. Karena kedua ketidakmerataan regional tersebut merupakan
masalah yang harus diselesaikan karena terdapat keterkaitan antar kedua
permasalahan tersebut.
2. Faktor-faktor penyebab
ketimpangan
Ada 2 faktor penyebab ketimpangan
pembangunan, faktor pertama adalah karena ketidaksetaraan anugerah awal
(initial endowment) diantara pelaku-pelaku ekonomi. Sedangkan faktor kedua
karena strategi pembangunan dalam era PJP I lebih bertumpu pada aspek
pertumbuhan (growth).
Sebagian ketidaksetaraan anugerah
awal itu bersifat alamiah (natural) atau bahkan ilahiah. Akan tetapi sebagian
lagi bersifat structural. Ketidaksetaraan itu berakibat peluang dan harapan
untuk berkiprah dalam pembangunan menjadi tidak seimbang.
Ditumpukkannya strategi
pembangunan pada aspek petumbuhan, bukanlah tidak beralasan. Secara akademik,
baru pertumbuhanlah yang telah memiliki teori-teori yang mantap dalam konsep
pertumbuhan ekonomi. Oleh karenanya tidaklah mengherankan kalau rancangan
pebangunan lebih menyandarkan rencana pembangunannya pada aspek pertumbuhan.
3. Pembangunan Indonesia bagian
Timur
Pembangunan infrastruktur di
Indonesia mengalami pasang surut terutama saat Indonesia dilanda krisis
ekonomi. Pembangunan infrastruktur mengalami hambatan pembiayaan karena sampai
sejauh ini, titik berat pembangunan masih difokuskan pada investasi
sektor-sektor yang dapat menghasilkan perputaran uang (cash money) yang tinggi
dengan argumentasi bahwa hal itu diperlukan guna memulihkan perekonomian
nasional.
Sedangkan pembangunan infrastruktur
lebih difokuskan pada usaha perbaikan dan pemeliharaan saja. Dengan demikian
dewasa ini, pembangunan infrastruktur kawasan timur Indonesia belum menjadi
focus utama pembangunan.
Pada saat ini sudah hampir
menjadi kesimpulan umum bahwa infrastruktur adalah fundamental perekonomian
Indonesia. Bahwa daerah atau kawasan Indonesia Timur merupakan wilayah
strategis guna membangkitkan potensi nasional. Oleh karena itu hari ini adalah
saat yang tepat guna meletakkan kemauan bersama menyusun konsep pembangunan
infrstruktur kawasan Timur Indonesia yang bersumber pada kesadaran penguasaan
teknologi dan keunggulan sumberdaya daerah.
Pemetaan kebutuhan infrastruktur
lima tahun ke depan berdasarkan jenis inftrastruktur seperti; jalan, listrik,
gas, air bersih, pelabuhan, telekomunikasi, moda transportasi, dan lain-lain
serta berdasarkan tipologi kewilayahan.
Perumusan pembiayaan
infrastruktur dan sumber pembiayaannya.
Pengkajian kerangka regulasi yang
ada dan merekomendasikan penyempurnaan kerangka tersebut guna mendukung
prioritas pembangunan dan pembiayaan infrastruktur
Penyusunan strategi pembangunan
dan pembiayaan infrastruktur ini diharapkan dapat menghasilkan peta pembangunan
infrastruktur yang jelas di masa yang akan datang sehingga pemerintah mempunyai
dokumen yang lengkap terhadap pembangunan infrastruktur.
Oleh karena itu, ruang lingkup
dari penyusunan strategi ini mencakup seluruh aspek potensi ekonomi wilayah
Indonesia Timur sebagai rumusan strategis pembangunan infrastruktur nasional,
baik berdasarkan subsektor jenis infrastruktur dan maupun tipologi kewilayahan
dengan basis pendekatan potensi.
Penyusunan strategi pembangunan
dan pembiayaan infrastruktur kawasan timur Indonesia diharapkan dapat
menghasilkan Master Plan di bidang infrastruktur yang akan mendukung skenario
pembangunan era baru ekonomi Indonesia di masa yang akan datang. Master Plan
ini diharapkan dapat memuat berbagai data dan informasi mengenai pembangunan
dan pembiayaan infrastruktur berdasarkan skala prioritas pembangunan dan regulasi
yang mendukung arah pembangunannya.
Cerminan pembangunan
infrastruktur nasional adalah pembangunan infrastruktur di tiap wilayah atau
propinsi di Indonesia. Perkembangan pembangunan infrastruktur di masing-masing
pulau di Indonesia memperlihatkan perbedaan yang cukup berarti. Dominasi
pembangunan infrastruktur sangat ditentukan oleh kondisi geograsfis dan
demografis dari suatu wilayah.
Dominasi infrastruktur ini dapat
mencerminkan pula tingkat aktivitas ekonomi dalam suatu wilayah. Perkembangan
pembangunan infrastruktur untuk masing-masing pulau yang ada di Indonesia. Hal
ini pula yang menjadi hambatan pembangunan infrastrukrur Kawasan Timur
Indonesia.
Pada hal sejatinya jika Indonesia
ingin percepatan mencapai kemajuan maka pendekatan potensi atau potential
approach yaitu potensi yang mendorong tumbuhnya komoditas unggulan, hendaknya
menjadi komintmen kuat terhadap pembangunan infrstruktur kawasan timur
Indonesia.
Sebagaimana kita ketahui bahwa
daerah Kalimantan Selatan sebagaimana daerah Kalimantan umumnya yang merupakan
salah satu pulau terbesar yang ada di wilayah negara kita. Tingkat kepadatan
pendudukanya relative rendah sehingga tidak dimungkinkan untuk melakukan
pendekatan demographic dalam perencanaan pembangunan infrastukturnya.
Dengan jumlah penduduk yang
mendiami wilayah ini hanya sebesar 6% dari total penduduk Indonesia, maka akan
berdampak pada aktivitas ekonomi yang ada di wilayah ini. Kondisi semacam ini
merupakan kondisi tipikal wilayah Indonesia Timur. Karenanya diperlukan langkah
potential approach atau pendekatan potensial untuk pembangunan infrastrukturnya
Komoditas yang menjadi unggulan
untuk wilayah ini adalah sektor pertambangan dan galian, sub sector perkebunan
dan subsektor kehutanan. Ketiga sektor ini memberikan sumbangan besar bagi
pendapatan nasional.
Dengan demikian terdapat
pandangan berbeda mengenai pola perencanaan bahwa berdasarkan jumlah penduduk
atau pendekatan demografik, aktivitas ekonomi unggulan yang tidak memerlukan
banyak infrastruktur, maka akibatnya adalah persentase pembangunan
infrastruktur di pulau ini lebih rendah dibandingkan pulau Jawa dan Sumatera.
Dilihat dari infrastruktur
transportasi, pelabuhan laut lebih mendominasi dibandingkan dengan yang
lainnya.
Hal ini sangat wajar dengan kondisi geografis dari Kalimantan yang
lebih banyak rawa dibandingkan dengan daratannya yang memungkinkan sektor
pelabuhan laut dan lalulitas angkutan sungai, danau, dan penyeberangan lebih
berkembang dibandingkan dengan transportasi darat.
Pembangunan jalan di pulau ini
masih relative rendah bila dibandingkan dengan luas wilayah pulau ini. Hal ini
sangat signifikan sekali dengan jumlah kendaraan yang berada di wilayah ini
hanya sebesar 5,8% dari jumlah kendaraan yang ada di Indonesia. Hal ini pula
yang menyebabkan rendahnya tingkat mobilitas dan tingginya biaya transportasi
sehingga wilayah ini kehilangan daya saingnya dalam menarik investasi.
Pandangan keliru juga terdapat
pada subsektor pertanian tanaman pangan dan pengairan. Dapat kita temukan fakta
bahwa irigasi tidak menjadi salah satu fokus pembangunan infrastruktur karena
wilayah ini bukan sebagai lumbung padi tetapi lebih cenderung pada komoditas
kehutanan dan perkebunan.
Pada pada sisi lain kitapun
memehami betul bahwa kondisi wilayah ini sangat dimungkinkan membangun jaringan
irigasi guna menjadikan Kalimantan sebagai lumbung padi. Kita dapat belajar dan
membandingkan kondisi wilayah ini dengan kondisi Vietnam yang petaninya lebih
unggul dari petani kita bahkan tanpa proteksionisme perdagangan.
Saat ini akses masyarakat Kalimantan
terhadap air bersih, hanya sebesar 44% yang dapat menikmati air bersih
sedangkan sisanya belum mendapatkan akses terhadap air bersih.
Ini merupakan salah satu
permasalahan yang harus menjadi perhatian, karena bila kondisi tersebut
dibiarkan maka akan berdampak pada tingkat kesehatan dari masyarakat di
Kalimantan. Bagaimana kita bisa mengembangkan sumber daya manusia yang handal
dan mampu bersaing secara global bila tingkat hiegenitas masih rendah. Oleh
karena itu akses terhadap air bersih perlu langkah prioritas pembangunan
infrastrukturnya.
Demikian pula dengan subsektor
telematika dan ketenagalistrikan perlu berpacu dengan irama pertumbuhan yang
berkembang dengan pesat. Hal ini sejalan dinamika dan aktivitas dari masyarakat
di pulau Kalimantan.
Pembukan lahan menjadi lahan
pertanian yang notabene terjadi perubahan fungsi seringkali memicu kotroversi
yang kontraproduktif, hendaknya dipelajari kembali dengan seksasama agar tidak
terdapat resistensi pembangunan hanya sekadar penolakan emosional, namun
sebaliknya kehilangan informasi berharga tentang potensi ekonomi yang mempunyai
keunggulan tertentu.
Akhirnya kita juga mengapeal akan
pentingnya kesadaran tentang pembangunan infrastruktur berkaitan dengan upaya
strategis percepatan pertumbuhan ekonomi, hendaknya secara nyata mengurangi
hambatan birokratis di semua lini baik pada tingkat pemerintah pusat maupun
pada tingkat pemerintah daerah dan pemerintah kabupaten.
4. Teori dan Analisis Pembangunan
Ekonomi Daerah
Perbedaan karakteristik wilayah
berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga membutuhkan perbedaan
kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya perbedaan potensi ini
maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah
adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah
sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah
dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua
atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang
dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona
Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster
Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah
(ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi
suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola
pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED),
bertujuan:
- Membangun
setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
- Menciptakan
proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
- Memberikan
peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan
ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi
pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa
ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat
lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local
Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam
berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal.
Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan
Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses
pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa
berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang
berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun
sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading
sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan
di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain
yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang
menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan
ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi
pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada
akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi
inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa
yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya.
Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang
terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai
hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi
keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995)
adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang
tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik,
sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
5. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah adalah wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara
kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih
terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan
mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan
pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat
seperti
1.
Hubungan luar negeri
2.
Pengadilan
3.
Moneter dan keuangan
4.
Pertahanan dan keamanan
Otonomi Daerah adalah wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang melekat pada Negara
kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi daerah lebih
terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan
mengurus rumah tangga daerah di Negara kesatuan meliputi segenap kewenangan
pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat seperti
1.
Hubungan luar negeri
2.
Pengadilan
3.
Moneter dan keuangan
4.
Pertahanan dan keamanan